>>Catatan dari Sudarmoko<<
Tidak sepenuhnya terlibat dalam aktivitas teater mungkin membuat tulisan ini agak kurang beralasan. Setidaknya bagi pelaku aktif di Bali pada umumnya dan spesifiknya, Denpasar. Hanya karena sebagian teman dekat (kebetulan dekat, for u Dedy) kayaknya membuat menilai teater bukan menjadi sebuah kebetulan. Mungkin juga karena saya juga sedang study di kota ini.
Keterjebakan ke dalam ruang kesenian membuat aktivitas pengisi waktu sehari-hariku dikota ini hanyalah menjadi penonton keliling. Menjadi penonton setiap acara kesenian di Denpasar atau pun kota lainnya, itu pun kebanyakan dalam event yang butuh uang alias gratis. Anehnya memang sungguh banyak event kesenian yang butuh penonton keliling seperti aku. Bahkan hanya untuk nonton aja kita dibayar dan dikasih pelayanan yang memuaskan (i Love u opening paint event).
Nah sayangnya ada satu ruang yang rada ketinggalan dalam model pedekatan menjaring penonton. Ruang itu bernama teater. Teeater tidak memberikan sedikitpun panggungnya buat para penonton, setidaknya untuk menyaksikan pentas dengan nyaman. Dan lucunya event teater di Bali hanya menjadi semacam "para aktor menonton pentasan aktor". Nah terus siapa yang berada sebagai "penonton" dalam pengertian sesungguhnya. Penonton keliling seperti saya misalnya, yang hanya tertarik melihat jalan cerita, tanpa harus memikirkan sambil berkata "anjing [dalam hati]" jelek banget gedungnya.
Dalam pementasan teater di Bali [hampir seluruh event] kurang memperhatikan keberadaan tempat penyelenggaraan acara. Kadang di gedung aula, kadang di kelas, kadang di tempat parkir, bahkan ada yang miris ada event reguler yang make bale banjar buat tempat pementasan. Memang ada juga sebagian yang bagus kayak di Art Center ato tempat lainnya yang bisa menciptakan suasana nyaman penontonnya.
Jika orang bisa nonton film dengan rela ngeluarin uang buat sewa kursi bioskop. Ato bayar karcis buat uang ganti panitia untuk ongkos akomodasi arti di pentas Musik, kenapa teater yang udah gratis tinggal nonton, saya harus komplain?
Jelas saya harus kompalin.
Dalam teater, penonton berhak atas panggung yang ada. Teater yang bagus adalah teater yang mempunyai keterlibatan aktif dalam pementasan. Sedangkan penonton teater yang bagus adalah penonton yang mempunyai pembedaharaan kode tanda dalam pementasan.
Kenapa harus begitu?
Dalam teater yang bagus sinergitas semua element harus nampak dan ngga boleh timpang. Ngga ada yang lebih dominan antara tukang lampu, penonton, aktor, perias, dekor panggung, sutradara, penanggung jawab pementasan, semuanya yang terlibat. Semua harus tampak dan di sana pesan dan kesan dari pementasan akan dapat dibaca dan ditangkap.
Tapi sayangnya seperti di atas disebutkan bahwa event teater di Bali hanyalah pentas Narsis aktor yang saling kenal satu sama lainnya. Seperti rantai makanan yang berputar melingkar dalam poros acara yang sama yaitu, Teater Bali. Terus mau bergerak kemana teater ini?
Dan kedepannya, kalo mendatangkan penonton saja kesulitan apalagi menciptakan seorang aktor handal. Jangan memaksa berjalan dalam lubang kubur yang sama. Sia-sia!
Teater, Bagi Panggung.
Moko
catatan dari tomo:
*Penonton teater, suka keliling-keliling sebab sering pusing. Cintanya masih tetap kepada seorang wanita. Ada keinginan yang kuat untuk balik "jalan" bareng Dian Sastro. Dia masih bingung milih Bunga Citra atau Citra Bunga. Atau Dian?
Kami menerima tulisan maupun foto pertunjukan. Silahkan kirim ke tomo_orok@hotmail.com
Kamis, 01 November 2007
Event teater Bali, panggung Aktor bukan Penonton
Diposting oleh
tomo
di
22.08
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Blognya Sahabat
Aksi minimalis Blackfogs Andy Padang the motivator! aRya Gothic Ayip Matamera Bilal Furqoni Bintang Bermusik Bonekanya Dian Car Insurance Dedi Dolrosyed Craig Says Digital Polaroid Dr Dree Spesialis Mata Fanty as Drama Queen Free Tips for You Kata Heru Live lovenya Oecan love-dollar mas ncEp Mangkok Bali Mediax Yonas Sestrakresna the videomaker Tatiana Browniestone Rais Blajar Terus Slugger skater Satya Natherland Rumah Tulisan Plinplan n cute Penyair Wayan "Jenki" Sunarta Pak cik Teranung di Jiran Ratih Indrihapsari Dayu Cute Puisi Selaksa Jiwa Bams Rendesvouse Penyair Riki Damparan Putra Saichu Soulidaritas Dadap Blog Learning English Pojok Waroeng Kopi Tenggarong23 Etavasi Blogkita-Bandungblog Civil Engineering Bagus Batam Hidup Belajar Nara Chill Lounge Music Neo Kid on the Blog Love-sex and Marriage New Music Update Retchel 1980 Craig Says Marilyn Kate Soraya City Adek Campur Campur Pinay Mom in Czech Hideout Gateway Gles Moch Satrio Welang
Teater Topeng SMAN 2 Denpasar
Intan Ivanna John
Teater Rumput SMKN 1 Denpasar
Robby
1 komentar:
ikut komentar nih
ya memang ga hanya di Bali ajah....
di luar Bali pun kalo ada event teater, kebanyakan yg nonton cuma pesertanya.... ato yang itu-itu saja...
ya publikasi mungkin mempengaruhi juga
sempet pula temen kuliah tanya... kok ga kedengaran ada pementasan teater ??
padahal depan kampus dan hampir seluruh denpasar sudah terpampang (Pementasan "Takoet", teater orok)poster-pamflet- malah depan kampus sudirman (skrng g bole ) sudah ada baliho yg lumayan kelihatanlah....
kok bisa mereka tanya sperti itu???
ato mungkin publikasi kurang menarik hati...
g seperti pamflet2 acara musik???
Posting Komentar