Kami menerima tulisan maupun foto pertunjukan. Silahkan kirim ke tomo_orok@hotmail.com

Senin, 05 November 2007

Mencari Peternak Teater Bali

>>Akankah menjadi sebuah kebutuhan?<<

"Kenapa anda memilih menjadi peternak?" tanya saya suatu waktu saat bertandang ke pak Wayan, peternak babi di daerah Petang, Badung, Bali.
Pertanyaan tersebut tentu tidak serta merta sontak begitu saja. Sebelumnya saya sudah ngobrol kanan kiri depan belakang. Kangin kauh orang Bali bilang.

Beliau tersenyum saja saat mendapat pertanyaan dari saya. Pak Wayan seorang peternak babi yang bersahaja di kaki pegunungan utara kabupaten Badung. Beliau memulai ternak babi sebelum bom bali pertama meledak. Beliau mengawali dari nol. Apa saja yang beliau persiapkan?

Tak lama kemudian beliau bercerita kepada saya.

Pertama beliau sudah merencanakan, berapa ekor babi yang akan beliau ternak. Saat itu pak Wayan memilih hanya memelihara dua ekor saja; jantan dan betina. Jenis apa yang diinginkan? berhubung babi impor jenis bibit landrace harganya terjangkau dan harga jual serta permintaannya tinggi maka beliau memilih jenis babi itu sebagai bibit. Beliau sudah menakar berapa duit yang akan beliau keluarkan untuk membeli dua ekor babi siap kawin.
Beliau juga merencanakan bagaimana kandang yang sehat, bagus dan nyaman untuk babi-babi tinggal. Beliau mengkalkulasikan dengan cermat. Hingga kemudian, pada awal 2000 beliau membikin kandang semi permanen di atas tanah yang beliau miliki. Beliau sudah perkirakan; efek dari bau limbah babi. Sehingga beliau memanfaatkan areal tanah di luar pemukiman. Kebetulan sumber air di tempat itu cukup memadai. Cukup baik untuk sanitasi serta pelimbahan babi yang bau.

Setelah kandang berdiri, dengan menentukan hari baik menurut perhitungan kalender Bali, beliau pergi ke Baturiti untuk membeli bibit babi, langsung dari depot penjualan bibit babi yang dimiliki dinas peternakan propinsi Bali.

Sekian hari, sekian minggu dan sekian bulan, babi pak Wayan tumbuh sehat, gemuk dan senang beranak. Setiap harinya pak Wayan selalu memberi pakan yang tepat. Setiap bulannya pak Wayan selalu berkonsultasi dengan dokter hewan lapangan yang rajin berkunjung. Persediaan obat, vitamin selalu disiapkan beliau.
Babi pak wayan tak lagi cuma dua ekor. Setiap kali beranak minimal lima ekor. Anak generasi pertama, pak Wayan tak menjualnya begitu saja. Beliau memilih babi betina yang punya puting susu banyak, bodinya juga terlihat baik sebagai calon bibit babi yang unggul. Sedang yang jantan beliau cuma sisakan seekor saja. Setelah dua kali beranak, baru pak Wayan total menjual babi-babinya ke pasar.

Sekian tahun berjalan, saat bom bali pertama meletus, pak Wayan masih tetap bertahan. Permintaan daging babi tetap tinggi. Beliau tak hanya menjual babi ke pasar atau penduduk sekitar. Tapi, beliau berani langsung menerima order daging babi untuk restoran. Pasca bom bali kedua, usaha pak Wayan mulai agak terganggu, permintaan daging dari restoran mulai berkurang. Tapi pak Wayan tetap gigih. Sekian tahun menggeluti ternak babi, beliau telah bertekad meneruskan usahanya. Babi-bali tetap terjaga pemberian pakannya, kesehatannya dan kebersihan sanitasinya. Beliau juga mulai mencoba mencari alternative penjualan produk olahan daging babi yakni membikin kerupuk kulit babi. Luar biasa. Pak Wayan memang gigih, sampai hari ini anda bisa mencari bibit babi yang bagus silahkan kunjungi peternakan pak Wayan, pengin mencoba kerupuk kulit babi silahkan cicipi kerupuk kulit babi pak Wayan. Hampir semua orang di Petang hingga Denpasar, Gianyar, Singaraja, Negara, Klungkung, Bangli, Karang Asem dan Nusa Penida pasti kenal pak Wayan.

Lantas sampai hari ini, adakah seseorang yang benar-benar "beternak teater" di Bali? Yang memperhatikan pemilihan bibit, memikirkan kandang yang baik, merawatnya agar tetap sehat dan memikirkan "melemparkan" produknya sebagai sebuah kebutuhan masyarakat?

Siapakah yang kira-kira bersedia?

Jangan-jangan kita hanya seorang penjual nasi jinggo yang dirumahnya cuma pelihara beberapa ekor babi. Sehingga orang hanya tahu kalau kita adalah penjual nasi jinggo. Bukan peternak babi.

Tidak ada komentar:

General Rehearseal

General Rehearseal
a Time between Us by Teater Satu Kosong Delapan

Exercise

Exercise
Teater Satu Kosong Delapan