Kami menerima tulisan maupun foto pertunjukan. Silahkan kirim ke tomo_orok@hotmail.com

Rabu, 31 Oktober 2007

Membunuh Protagonis dan Antagonis

>>Tulisan dari Sudarmoko<<

Selalu hal itu yang dicari dan diperdebatkan dalam setiap pementasan teater. Memang tidak selalu menjadi yang utama, obrolan pasca pementasan bahwa pemeran protagonis kurang ini atau kurang itu. Sehingga ngga ada keterwakilan karakter dari tokoh yang mau ditonjolkan. Aktor utama dianggap ngga bisa memainkan peran dengan baik. Pernyataan itu klise. Bahkan bisa di bilang pernyataan yang kolot.

Kontroversi yang membuat perkembangan teater hanya mute-muter saja adalah masalah naskah. Ini bukan berarti teater tidak butuh sebuah naskah yang baik untuk dipentaskan. Tapi labih jauh bahwa pemahaman naska bisa jadi sangat sempit bagi para penganut faham teater konvensional. Hal ini dikarenakan, teater sendiri telah dikungkung oleh pelaku-pelaku yang konvensional juga. Termasuk kamu Tom!

Pertama kita lihat bahwa yang dipakai dalam pemikiran teater adalah pemikiran ilmu drama. Meski banyak orang yang menganggap bahwa drama sama dengan teater, secara etimologi bahasa, kata drama berasal dari bahasa Yunani Draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak. Jadi drama bisa berarti perbuatan atau tindakan. (bengkelvenorika, unisma). Berdasarkan pemahaman tersebut, drama merupakan seni pentas yang menonjolkan aktivitas gerak oleh seseorang dan diwujudkan dengan berbagai media: di atas panggung, film, dan atau televisi. Di sini drama lebih memerlukan naskah sebagai panduan perolehan aktivitas gerak.

Sedangkan teater, berasal dari kata "theatron" yang mempunyai arti “gedung pertunjukan”, ada yang mengartikan sebagai “panggung” (http://id.wikipedia.org/wiki/Teater). Teater hanya menjadi tembat buat aktivitas sini drama. Dalam istilah ilmiahnya adalah dramaturgi. Hal ini berarti drama hanyalah salah satu bagian dari teater, atau bagian yang kebetulan berhubungan.

Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa tidak lagi pentingnya sebuah tokoh utama, hal itu semata-mata bahwa konsep perwatakan hanyalah unsur dari seni drama itu sendiri, bukan dalam teater. Dalam drama konsep perwatakan hanyalah sala satu cara untuk menjelaskan karakter saeseorang sehingg aktivitas yang dilakukan bisa dipahami oleh penontonnya Dalam seni sastra hal itu disebut dengan penokohan. Sedangkan tokoh sendiri dimunculkan dalam 2 kutub demi lahirnya konflik yang akan membuat cerita dari seni sastra itu menarik.

Ada peri baik hati dan iblis yang jahat. Ada orang pintar yang disandingkan dengan pemuda bodoh. Ada ksatria yang ditandingkan dengan penguasa yang Jahat. Sungguh perbandingan yang tidak seimbang. Di sinilah karakterisasi Naskah konvensional itu ngga adil dan bodoh. Jelas bahwa protagonis dan antagonis adalah pion yang paling tolol karena mau perlakuan itu. Lebih bodoh lagi jika paktor yang mengelutinya mau memainkan kedua tokoh tolol itu. Tragis!

Ok. bukan berarti bahwa konsep konvensional itu buruk. Saya tidak mengatakan secara holistik, tetapi secara parsial bahwa hal itu memang buruk untuk waktu dan kondisi saat ini. Mungkin saat abad 18-19, konsep penokohan secara bipolar adalah sebuah rumus brilliant yang ada dalam seni pertunjukkan. Saya pun masih yakin dengan hal itu, ketika Romeo dan Juliet begitu mendunia hingga plagiarisme alur cerita hampir samar/tiada beda dengan Roro Mendut/Pronocitro, Sampe-EngTai, and [bad] other love story.

Tapi saat ini yang terpenting dalam seni pertunjukkan adalah bagaimana penonton bisa dimudahkan, dan lebih dimudahkan lagi. Yang perlu dibongkar ada beberapa hal.
pertama: konsep ruang pertunjukkan itu sendiri. Jika ngga da ruang yang benar-benar kreatif (yakin bahwa penonton akan jenuh). Di gedung sudah terlalu biasa.
kedua: Spontanitas yang segar untuk tema dan penyajian (Naskah Cerita sudah terlalu klise, kayak kaset cd Bokep yang diputa terus-menerus bikin lecek pikiran).
Yang terakhir, Bunuh karakterisasi (ngga perlu lakon) setidaknya perlu dicoba entah lebih memainkan properti, setting, suara, atau penonton sendiri.

Untuk menjadi gerak orang harus melangkah. untuk menjadi dinamis orang harus berpindah , untuk menjadi baik orang harus bertempur.
Bertempur melawan konvensi mapan yang sudah mulai usang.
Gathering,
Migration,
Fighting,

Teater, kill your actors!

moko
*pemerhati teater tinggal di Denpasar. Punya hobi dugem, hang out. Punya rencana bunuh diri tapi gagal, sebab dah kadung kecantol cinta dengan Dian Sastro

2 komentar:

Anonim mengatakan...

[url=http://firgonbares.net/][img]http://firgonbares.net/img-add/euro2.jpg[/img][/url]
[b]software in canada, [url=http://firgonbares.net/]softwares resellers[/url]
[url=http://firgonbares.net/][/url] way to buy photoshop ordered software
software shops uk [url=http://firgonbares.net/]2007 academic software[/url] acdsee pro photo
[url=http://firgonbares.net/]upgrade oem software[/url] adobe acrobat 9 free download
[url=http://firgonbares.net/]free macromedia flash software[/url] software and canada
software prices uk [url=http://firgonbares.net/]hole in adobe software[/b]

Anonim mengatakan...

[url=http://sunkomutors.net/][img]http://sunkomutors.net/img-add/euro2.jpg[/img][/url]
[b]to sell software to, [url=http://sunkomutors.net/]software to canada[/url]
[url=http://sunkomutors.net/][/url] purchase software directly from macromedia flash5 software
filemaker pro password recovery [url=http://sunkomutors.net/]adobe software education[/url] acdsee free
[url=http://sunkomutors.net/]latest office software[/url] place to buy computer software
[url=http://sunkomutors.net/]microsoft web software[/url] tailor shop software
what photoshop to buy [url=http://sunkomutors.net/]academic software xp[/b]

General Rehearseal

General Rehearseal
a Time between Us by Teater Satu Kosong Delapan

Exercise

Exercise
Teater Satu Kosong Delapan