Kami menerima tulisan maupun foto pertunjukan. Silahkan kirim ke tomo_orok@hotmail.com

Sabtu, 03 November 2007

Abu Bakar (masih) di NY (masih) ngomongin Teater Bali

>>Berteater untuk Tomo<<

Aku tua tapi aku tak terlambat untuk terus belajar. Ada laki-laki tua (menurut ukuran kita) pada usia 55 baru masuk semester I Fak. Kedokteran di Harvard. Tentu dibanding pemuda-pemuda usia 20-25-an, gampang sekali dilihat betapa speed si tua itu begitu kendor. Dia memerlukan dua-tiga kali penjelasan untuk memahami sesuatu dan barulah pemahaman yang alot itu ia simpan dalam memorynya "yang" ternyata kendor juga. Repot, kapasitas memory yang cuman 1 kb bersanding dengan rekan-rekan sekuliahnya yang rata-rata 1 gb. Ia harus memeras keringat untuk hal yang sebenarnyalah begitu "elah",- gampang. Tapi akhirnya dengan segala duka nestapa, kuliahnya di fak. Kedokteran itu selesai juga. "Juga" dengan skor yang rendah.

Dan sekarang dengan speed rendah plus kapasitas memory 1 kb ini, apa yang sedang aku pelajari? Aku sedang belajar untuk melihat segala sesuatu dari kacamata positif, dari aspek baiknya, dari faedahnya, dari nilai gunanya betapapun kenyataan yang sedang dihadapi begitu pahitnya. Apa yang sedang aku cobakan ini sama sekali bukan hal baru, sesuatu yang sudah begitu lumrah, sehingga boleh dikata "aku" adalah orang yang terlambat mempelajari mata kuliah yang satu ini. Sementara berpuluh-puluh buku sudah habis tuntas membahasnya, ternyata aku masih pada lembar Introduction "bersikaplah positif dalam memandang sesuatu."

Bukan hanya terhadap soal-soal besar terhadap soal kecil pun. Maka ketika kau bilang bahwa Art Centre ditutup untuk segala macam kegiatan selepas pk. 20.00, maka sebagai bagian dari pelajaranku itu tak segera aku tafsirkan bahwa peraturan galak itu ditujukan untuk memberangus aktifitas kalian,- teater kita. Bahwa Art Centre perlu diberi istirahat, bahwa Satpamnya perlu waktu mengaso, bahwa beban tanggungjawab yang mereka pikul untuk menjaga kelestarian bangunan seni itu haruslah berjalan, bahwa ongkos listrik perlu dihemat, bahwa sekali duakali ada juga maling yang mencopot kabel atau nyuri piting lampu bahwa antara kita ada juga yang sedang jatuh cinta lalu bersungut-sungut di sudut buat cinta birahi. Faktor positif berikut, kalau belum jelas: Ya tanya. Yang bener saja Mas. Emangnya Art Centre ini milik Embahmu? Kalau tak rela dijadikan rumah seniman jadikan saja asrama tentara biar dijaga bedil di depan sana!

Nah, aku tak ingin lagi ngotot-ngototan begitu. Mencoba memahami maunya orang. Kalau berkenan ikut kalau tak berkenan tak ngedumel. Ternyata tak gampang. Hingga kini masih saja aku berada di Introduction itu, masih saja mudah berang lalu segera menuduh mereka meng-anak tirikan kita. Soalnya begini. Aku dan segenap teman-teman teater kita sebaiknya (dan kupikir belum terlambat) untuk kembali ke halaman I Introduction Teater yang memuat beberapa pertanyaan, "yang" segera perlu dijawab, jawaban mana akan menentukan perlu tidaknya kita melangkah ke bab berikut. Pertanyaan itu ternyata sederhana yaitu : Teater itu apa dan untuk apa anda berteater? Jika hanya untuk gagah-gagahan. untuk eksotik-nyentrik, untuk identitas dan eksistensi diri, untuk gaul, untuk mengisi waktu luang, untuk meraih ketokohan, untuk berontak thd. tradisi, untuk meraih kepeloporan dalam bidang kesenian dan alasan-alasan lain yang sebanding dengan itu, maka demi tanggungjawab terhadap teater itu sendiri, sangatlah tidak terlambat tinggalkan teater. Dengan meninggalkan teater maka anda telah menyelamatkan teater dan citra teater akan terhindar dari kerusakannya. Tentu saran ini membuat kita semua terperangah bahkan terlecehkan. Tetapi bertolak lagi dari usaha berpikir positif di atas "opini" semacam itu begitu kuatnya di lingkungan masyarakat kita bahwa yang dimaksud dengan teater itu lho aktifitas pemuda-pemuda kita yang kuliahnya pada ngadat, yang urakan yang begadang yang jerit-jerit mau berontak.Maka dengan alasan yang juga harus ditafsirkan positif beberapa orang tua melarang putra-putriku ikut teater. Mendingan kau kursus Inggeris, ambil pelajaran ekstra komputer. Aku tak ingin kuliahmu jebol atau jadi orang macam
( lalu beberapa nama mereka sebut dimana namaku malah dipasang di tempat pertama sebagai biang kerok yang tak patut dicontoh). Maka bila kb memoryku cukup berkait dengan berpikir positif itu, dengan lapang dada harus kuakui tak ada kesalahan apapun terhadap kekuatiran mereka. Amat benar adanya gelisah dunia teater akan buat gelisah pikiran orang tua. Berontak galak di rumah, apa-apa dibuat akting, teriak vokal yang buat tetangga komplin, jean baru dicabik-cabik, rambut hitam dicelup warna. Jadi bagian koreksi dan mungkin juga tanggungjawab kita untuk menjelaskan dengan sabar isi Introduction: kenapa mereka kepingin ikut teater sementara citra teater sudah sedemikian buruknya.

Tomo.
Maka akanlah mengejutkan kamu bahwa akupun yang oleh orang sini "ditokohkan" sebagai tokoh teater, untuk, mewaspadai teater sebelum menjatuhkan pilihan padanya. Dalam jumlah yang sudah tak terhitung aku menolak untuk pentas teater, menolak untuk melatih teater, menolak dipercaya sebagai orang teater dan bahkan menjauh dari dunia teater. Aku sedang membuat koreksi bahwa aku sedang berada dalam citra buruk yang telah terbentuk itu. Artinya kepadamu aku ingin bilang: mari citra teater yang telanjur buruk itu kita buat kembali ke asal. Sebuah dunia sunyi sebuah pernyataan yang lepas dari segala macam tendensi di atas.

Dalam usiaku yang terlambat kucoba untuk berpikir begitu.
Susah, susah sekali.
Pikiran yang bisa jadi mengecewakan kau ini, sama sekali tak kumaksudkan mengendorkan semangatmu dalam berteater.
Hormatku Abu.

Tidak ada komentar:

General Rehearseal

General Rehearseal
a Time between Us by Teater Satu Kosong Delapan

Exercise

Exercise
Teater Satu Kosong Delapan