>> Tulisan oleh Heru Gutomo <<
Sambungan
Dedy yang memiliki nama besar dalam jagat ilusi
Kelemahan ini menunjukkan diskriminasi dalam threesome yang mereka mainkan. Jika David mampu menggabungkan ketiganya. Mampu memberikan porsi yang seimbang antara tari, teater dan sulap menjadi satu kesatuan pertunjukkan. Tidak demikian dengan ketiga ilusionis
Sementara dalam pertunjukkan David Copperfield keberhasilan pertunjukkan adalah gabungan ketiganya. Baik unsur tari, haruslah benar-benar menari. Unsur teater adalah benar-benar mengolah cerita, tokoh, maupun karakter. Dan unsur ilusi yang membuat penonton berdecak kagum. Dan ini tidak dilakukan para ilusionis
Saat menyaksikan penampilan teatrikal ala Damien di KickAndy, pikiran usil saya pun tiba-tiba bekerja. Bahwa sering para pesulap berusaha menjadikan teater dan tari dalam pertunjukkan mereka. Gagal sih, tapi setidaknya mereka sudah mencoba. Namun saya belum melihat ada orang yang berangkat dari dunia tari, kemudian menjadikan teater dan sulap sebagai pelengkap pertunjukkan. Dari kelompok teater pun demikian (sepanjang yang saya pernah saksikan, dan saya tau), belum ada pesulap yang mengaku bahwa sebenarnya dia awalnya adalah pemain teater. Ya, pada titik ini para pesulap sudah mendahului ide threesome ini. Sementara respon yang datang dari kelompok tari dan teater umumnya terhadap pentas threesome dari pesulap adalah kritik negatif. Padahal, bukankah iri tanda tak mampu?
Maaf kalau saya semena-mena memasukkan sulap sebagai bagian seni pertunjukkan. Karena bagi saya sebuah pertunjukkan sulap tanpa menyertakan wilayah estetis tak akan menarik untuk dinikmati. Kesannya pun garing, layaknya menyaksikan orang yang baru belajar. Sayangnya, sulap di
Saya pun tinggal menunggu waktu. Tetap ada dalam keinginan bahwa ada orang-orang yang ber-threesome semacam ini. Namun mereka berangkat dari dunia teater, ataupun dari dunia tari. Pasti akan menjadi seru, bahwa David Coperfield ala
*Threesome dalam makna umum diartikan sebagai kegiatan persetubuhan yang dilakukan 3 orang dalam waktu bersamaan. Disini saya mengambil istilah threesome untuk menunjuk pada persetubuhan antara teater, tari dan sulap.
HABIS
--------------------------------------------------
Klik di http://kataheru.blogspot.com
--------------------------------------------------
Kami menerima tulisan maupun foto pertunjukan. Silahkan kirim ke tomo_orok@hotmail.com
Rabu, 19 Desember 2007
Threesome* Estetis: Teater, Tari, dan Sulap (bag. 2)
Diposting oleh
tomo
di
21.54
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Blognya Sahabat
Aksi minimalis Blackfogs Andy Padang the motivator! aRya Gothic Ayip Matamera Bilal Furqoni Bintang Bermusik Bonekanya Dian Car Insurance Dedi Dolrosyed Craig Says Digital Polaroid Dr Dree Spesialis Mata Fanty as Drama Queen Free Tips for You Kata Heru Live lovenya Oecan love-dollar mas ncEp Mangkok Bali Mediax Yonas Sestrakresna the videomaker Tatiana Browniestone Rais Blajar Terus Slugger skater Satya Natherland Rumah Tulisan Plinplan n cute Penyair Wayan "Jenki" Sunarta Pak cik Teranung di Jiran Ratih Indrihapsari Dayu Cute Puisi Selaksa Jiwa Bams Rendesvouse Penyair Riki Damparan Putra Saichu Soulidaritas Dadap Blog Learning English Pojok Waroeng Kopi Tenggarong23 Etavasi Blogkita-Bandungblog Civil Engineering Bagus Batam Hidup Belajar Nara Chill Lounge Music Neo Kid on the Blog Love-sex and Marriage New Music Update Retchel 1980 Craig Says Marilyn Kate Soraya City Adek Campur Campur Pinay Mom in Czech Hideout Gateway Gles Moch Satrio Welang
Teater Topeng SMAN 2 Denpasar
Intan Ivanna John
Teater Rumput SMKN 1 Denpasar
Robby
4 komentar:
Ide kreatifnya menarik untuk dikembangkan. Semoga teater akan menjadi suguhan yang populer, semakin meng-idol.
Soal threesome, menurut saya teater harus mengakomodir dan memainkan tiga karakter dalam pementasaanya;
karakter pelaku, karakter penonton, dan kritikusnya.
Mungkin ngga ketiganya bermain mesra dalam ranjang malam pertama?
"teater harus mengakomodir dan memainkan tiga karakter dalam pementasaanya; karakter pelaku, karakter penonton, dan kritikusnya"
menurut saya mungkin saja. yang sulit kan bagian penonton dan kritikus menjadi satu dengan pementasannya. salah satunya mengidentifikasi dinamika penonton dan kritikus dalam pementasan. dinamika penonton dan kritikus itu yang dimaksimalkan atau dipaksa agar muncul dalam sebuah pementasan. gitu kali ya? maklum, saya cuma bagian dari penonton, hehehe...
tapi kalo cuma malam pertama, malam selanjutnya gimana dong? masak gak mungkin threesome lagi? hehehe...
mas heru..naaah ini masalahnya: penonton, pelaku dan kritikus...
1. mengelola penonton
2. mental pelaku teater
3. wanted! kritikus teater..
hayooo...
3. wanted! kritikus teater..
hayooo...
wah, kayaknya sulit aku menjadi bagian itu, hahaha....!!! wong teater masih menjadi hiburan sekaligus tempat ketemu temen buatku.
hmm, kalo kritikus teater gak ada. kayaknya orang ISI dan sejenisnya harus bertanggung jawab. percuma sekolah seni tapi cuma menghasilkan tukang seni... hehehe...
bukan begitu?
Posting Komentar