Kami menerima tulisan maupun foto pertunjukan. Silahkan kirim ke tomo_orok@hotmail.com

Sabtu, 05 Januari 2008

Teater dan Penonton

>> Teater yang Hidup <<

Mengingatkan kembali pada pendapat yang pernah dikemukakan oleh Saini KM tentang teater yang hidup. Teater yang hidup adalah teater yang di satu pihak tidak kehilangan kemandiriannya sebagai seni kreatif, di pihak lain tidak memalingkan diri dari kehidupan.

Teater tersebut akan tetap mempertahankan nilai instrinsiknya sebagai seni dengan setia dan tunduk kepada kaidah-kaidah kesenian di dalam mewujudkan dirinya. Sehingga di dalam teater yang hidup segala upaya diarahkan untuk penjernihan, pendalaman dan perluasan pengalaman. Dalam hal ini teater bukan untuk kepentingan komersil, kekuasaan, popularitas, apalagi hanya sekadar iseng.

Teater yang hidup itu sudah tentu tidak akan kehilangan nilai ekstrinsiknya atau manfaatnya bagi masyarakat. Teater yang hidup justru merupakan teater yang mencerminkan pergulatan manusia dengan kehidupan yang lebih manusiawi, lebih bijaksana dengan kekuatan moral di dalamnya.

Sebagai seni kreatif memang seharusnya teater tidak sampai menjadi kitsch, yaitu mementingkan selera massa/penonton. Teater juga semestinya tak menjadi teater propaganda yang merupakan perpanjangan gagasan dari sebuah permintaan yang berada di luarnya, baik bersifat politis maupun tidak.

Dan sebaiknya bagi para kreator, semestinya menjauh dari konsep teater estetisisme. Mengapa? karena hal ini tidak menguntungkan bagi kehidupan.

Dalam teater estetisisme, pekerja teater hanya akan disibukkan dengan masalah-masalah teknis pementasan tanpa mempedulikan hubungannya dengan kehidupan nyata masyarakat di lingkungannya.

Bahwa teater estetisisme hanya berasyik-asyik sendiri. Memunculkan keegoan pelaku teater dan mebenarkan opini bahwa makin sukar sebuah pementasan dipahami oleh masyarakat (penonton) , maka pementasan makin dianggap baik.

Pada gilirannya hanya melahirkan kebanggaan bagi pendukungnya dan menjadikan teater sebagai kelompok yang elitis dan ekslusif. Sementara penonton diposisikan sebagai penikmat seni yang pengetahuannya berada di bawah. Akibatnya, jika sebuah pertunjukan tidak mengerti oleh penontonnya akan dianggap wajar dan senimannya tak merasa risau.

Sesungguhnya teater yang hidup itu dapat dimaknai lebih jauh, bahwa penonton akan menemukan dua hal sekaligus. Pertama, penonton akan melihat diri mereka sendiri melalui masalah-masalah yang disajikan di pentas yang tidak berjarak dengan masalah kehidupan yang dialami sehari-hari. Penonton akan terlibat secara psikis dengan setiap adegan di pentas dan dengan demikian teater itu menjadi dunia mereka.

Kedua, penonton akan menemukan diri mereka dihargai sebagai manusia, karena di dalam menghadapi karya seni mereka tidak dijadikan obyek induktrinasi seperti propaganda atau obyek promosi. Karena di dalam teater yang hidup penonton diajak berperan serta secara sukarela untuk menghayati masalah-masalah nyata, masalah mereka sendiri atau masalah yang mungkin melibatkan mereka. Jadi penonton tidak ada yang merasa dihakimi, tetapi justru mereka menghakiminya sendiri, baik untuk dirinya, orang lain atau siapa saja.


Kehadiran penonton yang begitu banyak dan mau menyaksikannnya sampai selesai akan menjadi semangat baru untuk pementasan berikutnya. Sejatinya masyarakat harus disuguhi sesuatu yang dengan kehadirannya memang dibutuhkan untuk mengapresiasinya, bukan hanya sebagai penyaksi pementasan yang mereka tidak dapat memahaminya.


Teater; perlu keseimbangan!


Tidak ada komentar:

General Rehearseal

General Rehearseal
a Time between Us by Teater Satu Kosong Delapan

Exercise

Exercise
Teater Satu Kosong Delapan