Kami menerima tulisan maupun foto pertunjukan. Silahkan kirim ke tomo_orok@hotmail.com

Rabu, 02 September 2009

PENTAS TEATER

>> MAMA, I AM SORRY <<

Pertunjukan Teater yang digelar oleh kelompok Satu Kosong Delapan, Berjudul "Mama, I am Sorry" yang ditulis dan disutradarai oleh Giri Ratomo. Tanggal Pertunjukan 4 – 5 September 2009 Di open stage depan gedung Kriya Art Center Denpasar. Pukul 20.00 WITA

Lihat Bagaimana Moch Satrio Welang bergelut dalam kebimbangannya memasukkan roh Hamlet, sorang Pangeran Denmark yang ayahnya dibunuh, ditambah pertarungan batinnya akan gelombang pertentangan Fenomena Facebook Exsistensialisnya, yakni fenomena Moch Satrio Welang.

Bagaimana pula kegelisahan sang penyair cantik Pranita Dewi bergelut dalam dunia Seks Maya, sebuah pembuktian akan keindahan tubuh wanita yang diciptakan Tuhan dengan Payudara ranum selaksa buah apel .

Juga Bagaimana perang Batin seorang lelaki ( Yoseph Maulana) yang menghabiskan berhari-hari di depan Komputer untuk mempeributkan Filsafat Bulan, antara Perawan atau Janda. Lalu bagaimana pula para manusia masa kini ( Anna Ulfa dan Inne Meryanti) mengcounter narsisme akan aktualisasi diri, dan bagaimana ekspresi terkejut dan maha bahagia tatkala Sang Nabi Baru, Sang Pembawa Pesan, datang! Dia telah datang, Yang Mulia Google ( Saichu Anwar) yang kata – katanya bak Sabda. Altar musti di siapkan!

Mama, I’m Sorry
Pemeran : Saichu Anwar
Yosep “nCep” Maulana
Moch Satrio Welang
Pranita Dewi
Anna Ulfa
Inne Meriyanti
Pemusik : Bintang Riyadi (Tilbringa Somaren)
Oris Orista (Tilbringa Somaren)
Qting Zulham (Tilbringa Somaren)
Devi Larasati (Layanglayang)
Renald Renaldi (Layanglayang)
Panggung : Didit Maniasa Sonapasma
Penata Cahaya : Curex
Dokumentasi : Jauhar Mubarok (Rumah Dokumen)
Stage Manager : Dedi Dwiyanto
Produser : Kurniawan “Curex” Adiputra
Sutradara : Giri Ratomo

CATATAN SUTRADARA

“Teater; I’m Sorry”

Saya berkali-kali ditanya oleh diri saya sendiri: mungkin ngga sih? Saya jawab: Apa sih yang ngga mungkin. Tapi ternyata tak sesederhana itu. Sebab?
Realitanya, membikin sebuah pertunjukan teater (di Denpasar) makin hari makin megap-megap. Susah napas. Makin sedikit orang-orang yang demen berproses, latihan produksi atau mau mentas. Barangkali anda menyangkal. Lalu anda bilang: tuh nyatanya anak-anak SMA giat berlatih!
Aw aw aw tentu saya akan bilang: Maap, saya lagi ngomongin orang-orang yang sudah berumur. Orang-orang yang dianggap anak-anak SMA sebagai penggiat teater.
Seniman teater! Saya akan terpingkal-pingkal. Kenapa? Sebab realitanya di Denpasar sampai hari ini yang konsisten di dunia panggung ada atau tidak?
Coba lah tengok, ada berapa banyak pementasan teater selama satu tahun terakhir?
Bila, teater remaja lebih bergairah dibandingkan dengan teater umum adalah sesuatu yang pantas disyukuri. Setidaknya masih ada pertunjukan teater dari para remaja. Dan setidaknya – selama pihak sekolah belum membubarkan teater sekolahnya – tentu mereka masih akan terus berpentas.
Yang menjadi pertanyaan berikutnya: para alumnus teater remaja Denpasar sekarang nyungsep dimana? Adakah yang bisa melacak para alumnus teater remaja era 90’an atau 2000’an yang akhirnya menjadi penggiat teater di Denpasar? Yang kemudian konsisten membangun komunitas teater?
Tolong bantu saya mencarinya. Bila belum ada, tolong kabarkan kepada dia bahwa teater Denpasar rindu proses latihan untuk produksi pementasan. Kabarkan juga bila panggung teater Denpasar sudah kangen dipeluk dan dicium.
Lalu muncul pertanyaan dari salah satu tokoh seni pertunjukan Indonesia yang tinggal di Jakarta: Trus, kalo sudah berteater, mau ngapaiiin?

“Mama; I’m Sorry”
Aku berhari-hari sibuk bercinta dengan internet. Sebuah percintaan yang paling memabukkan akhir-akhir ini. Aku membiarkan tubuhku membeku di private room, menjelajahi semesta raya. Aku merasa lebih dekat saat menyapa selingkuhan-selingkuhanku lewat bahasa chatt. Aku lebih merasa di anggap “ada” saat aku bisa menunjukkan diri lewat statusku di facebook, twitter atau friendster.
Ya! Bahkan, aku menemukan agamaku. Aku menemukan nabi baruku. Aku berjumpa dengan tuhanku.

“Sahabat; I’m Sorry”
Bahwa pertunjukan ini mesti tetap terjadi adalah sebuah kesepakatan. Mesti pentas! Saya berharap bahwa ini adalah kesepakatan karena ketulusan. Dan saya melihat betapa tulusnya para sahabat yang terlibat dalam produksi ini. Saya ucapkan terima kasih yang tulus untuk para aktor (Saichu Anwar, nCep Maulana, Satrio Welang, Anna Ulfa, Inne Meriyanti, Eka Pranita Dewi) yang selalu meluangkan waktu di sela-sela kepadatan bekerja mencari rejeki, pak stage manager (Dedi Dwiyanto) dan pak produser (Kurniawan Adiputra) yang selalu menyempatkan hadir menyaksikan dan mengikuti proses kreatif “Mama, I’m Sorry”. Juga terima kasih saya kepada para supporter yang selalu hadir saat latihan; Devi Larasati, Dion, Laura, Dwitra J Ariana, Andika Ananda serta sahabat-sahabat yang belum saya tuliskan di sini.
Saya ucapkan terimakasih kepada Taman Budaya Bali yang telah mengijinkan penggunaan panggung halaman Gedung Kriya sebagai tempat pentas, kepada Satu Garis Community untuk support stage, Rumah Dokumen untuk dokumentasi dan sahabat-sahabat jurnalis.
Mohon maaf yang tulus bila banyak hal yang kurang berkenan.

Denpasar, 010909
drhgiriratomo@gmail.com


>>>>

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Thanks fοr a marvelοus posting!
I truly enjoyed reading it, yοu mаy bе a grеat authоr.

Ӏ ωіll make ѕure to bookmark уour blog аnԁ wіll cоme back in the futuге.
I want tо encourage you to ultimately continue уour great job, have a
nice holiday weekеnԁ!

Also visit mу homepagе Trim belly fat fast

General Rehearseal

General Rehearseal
a Time between Us by Teater Satu Kosong Delapan

Exercise

Exercise
Teater Satu Kosong Delapan