Kami menerima tulisan maupun foto pertunjukan. Silahkan kirim ke tomo_orok@hotmail.com

Selasa, 18 Maret 2008

>> Yang Muda yang Menggigit <<

Buat kamu yang besok ga ada acara n kebetulan lagi tinggal di Bali, bisa nyempetin diri untuk manggang ikan di Danes Art Veranda Jl Hayam Wurk Denpasar jam 7 malem teeng!

Gitu kata Eka" makcong" pimpinan Teater Topeng SMAN 2 Denpasar. Kata beliau, acara keakraban ini diadakan sebagai wadah (xexexe kayak ember ajah) menjalin komunikasi antar teater SMA se Denpasar.

Biar tambah akrab, kata Makcong. Ehm syukur juga bisa dapet cinlok!

Ga cuma manggang ikan, besok malem juga akan ada acara Musikalisasi puisi, baca puisi n monolog juga spontanitas dari teater-teater SMA se- Denpasar!

ayo ayo ayo
keburu ujan!


WooOW

Kamis, 13 Maret 2008

>> Ke Kiri Jalan Terus <<


Senin, 10 Maret 2008





April mendekat

Mei merapat






Selasa, 04 Maret 2008

Teater - PSR - Tempe

>> Catatan Lomba Drama Modern Sekolah 2008 <<

Oleh: dwitra_ariana@yahoo.com


Seorang kawan SMA mengeluh pada saya lewat sms, “Cabang drama modern dalam PSR tahun ini akan dihapuskan, mereka (panitia) sungguh tidak menghargai kreatifitas!”. Begitulah kira-kira inti dari sms-nya. Mereka merasa sangat tidak dihargai berteater karena satu-satunya ajang untuk mengevaluasi hasil proses teater sekolah di Denpasar ditiadakan. PSR yang sudah selama dua dekade digelar memang selalu menampilkan nomor drama modern yang mana selama itu telah dijadikan semacam ukuran kasat mata dalam menilai proses teater sekolah. Meraih juara dalam ajang tersebut mereka anggap sebuah keberhasilan proses mereka.

Saya yang juga pernah mengalami proses berteater sekolah sungguh memahami kondisi yang dialami kawan-kawan teater sekolah. PSR bagi saya adalah pencapaian proses selama satu tahun setelah PSR sebelumnya berakhir. Walaupun ada beberapa ajang lomba sastra yang lain namun drama modern, yang hanya dilombakan saat teater, masih tetap menjadi ajang yang paling bergengsi. Semua teater sekolah mendambakan meraih prestasi tertinggi di ajang tersebut.

Sekali lagi saya sangat paham dengan kondisi tersebut, namun untuk mengobarkan kembali semangat mereka, saya balas dengan: El, kalau kreatifitasmu hanya sebatas PSR lebih baik kamu membeli kedelai lalu olah menjadi tempe kemudian dijual ke pasar atau olah lagi menjadi gorengan untuk dijual.”

Barangkali dia masih bingung dengan apa yang saya maksud. Pesan saya sangat sederhana sebenarnya. Ada pencapaian yang jauh lebih tinggi dari sekedar menjadi juara dalam sebuah lomba, yakni untuk pengembangan diri dimana dalam teater kita belajar hidup atau paling tidak menyiapkan hidup! Bukan semata-mata mengharapkan penghargaan dari orang lain sebagai imbalan proses kita. Sangat sederhana sekali, jauh lebih sederhana dari proses membuat tempe, tak perlu khawatir siapa yang akan membeli atau mampukah kita membeli bahan baku lagi, kedelai mahal sekarang, harus import dari Amerika!
Maaf saya suka ngelantur…

Jika juara adalah pencapaian maka artinya kita lebih mementingkan eksistensi daripada esensi dalam berteater, agak filosofis memang.
Namun bukan berarti saya seorang yang anti eksistensialisme, eksistensi memang penting untuk membangkitkan semangat dalam mengejar esensi. Nanti kita akan bahas hal ini lebih mendalam, maaf, saya ngelantur lagi...

Jadi pada kesimpulannya, bagi saya apapun yang kita lakoni yang terpenting adalah proses. Jika hasil yang kita dapat bukan dari sebuah proses yang mana diri kita terlibat maka bisa dikatakan itu adalah hasil yang semu, tak beresensi!

Saya jadi teringat kalimat Max Havelaar (Multatuli) ketika memimpin sebuah rapat dengan sejumlah pemimpin Lebak: “Petani-petani begitu gembira bukan karena mereka sedang memanen padi tetapi karena mereka memanen padi yang mereka tanam.”



Jeruk Mancingan - Bangli, 240208
*Dwitra "Dadap" Ariana
Videomaker dan Aktifis teater, bergiat di Sanggar Barak. Sewaktu SMA bergiat di Teater Angin SMA 1 Denpasar. Berharap menjadi Max Havelaar pada suatu saat kelak.


Romantisme Sastra Universitas Udayana

>> Siapa yang akan Lupa?

oleh: jay.geeps@gmail.com


Sastra dalam banyak hal jauh lebih maju dari fakultas - fakultas lainnya di Udayana, sebuah akulturasi dan singkrentisme budaya yang sangat dinamis. Diskriminasi dan etnisitas jelas masih ada, namun menjadi minoritas yang terpenjara oleh kemerdekaan berpikir manusia - manusianya.

Peran senior seperti Wayan Juniartha, Roberto Hutabarat hingga dosen nyentrik Degung canti Karma, serta yang lainnya, telah mendorong terbukanya ruang expresi yang lebih bebas. Anak - anak sastra adalah pengusung kebebasan intelektual yang liberal, hingga mampu mendorong gagasan demokrasi politik yang lebih maju, mereka yang pertama kali memilih ketua senat mahasiswanya secara langsung dan terbuka.

Sastra seperti sebuah republik kecil diambang kemerdekaannya, perkuliahan formal mungkin terasa masih sangat membosankan seperti kampus - kampus orde baru lainnya, tapi warna kebebasan berexpresi tidak mampu dikalahkan oleh system pendidikan orba yang anti kritik.

Terbayang bagaimana seorang Slamet dengan dengan wajahnya yang sangat tradisional, memakai sarung mengikuti perkuliahan, Oktav yang bangga dengan tindikan di alis dan tattoo di kakinya, Tiwi yang tanggannya penuh gelang dan piercingnya, Bowo, Pepeng dan Yudi yang jarang mandi atau Adolf Tapilatu yang yakin bahwa Yesus akan turun membersihkan rambutnya.

Kehidupan di republik Nias yang sesungguhnya baru dimulai ketika siang mulai terkontaminasi temaran warna - warna senja.. Cewek - cewek modis berkerumun dipojokan pintu masuk dekat patung Saraswati (kalo ga salah), berdebat asik tentang diskriminasi gender sambil sesekali mengisap rokok ringan yang tidak pernah lepas dari jari tangan, Perempuan - perempuan sastra adalah kelompok pertama yang telah berdebat jauh tentang Gender dan persamaan hak kaum perempuan. Segerombolan anak - anak sastra lainnya berkumpul di warung Bu Dayu, yang telah lama menjadi media antara kawan - kawan hukum yang prakmatis dengan republik Nias yang dinamis. . . .

Sudut - sudut dan Lorong kampus tua yang diresmikan oleh Bung Karno dan menjadi cikal - bikal Udayana ini, terasa sangat hidup, Aura revolusi yang dulu pernah mewarna serasa begitu membekas, lukisan tua wajah para mantan dekan menambah spritualitas dari sebuah romantisme pemberontakan!

KARENA KEMERDEKAAN ADALAH SEBUAH PERLAWANAN!!!

Ketika gelap mendominasi. . . dan matahari tergantikan oleh temaran lampu 40 watt, suasana semakin semarak, kelompok - kelompok yang ketika sore terpencar, kini telah merapat dan membentuk sebuah lingkaran besar, sebuah panggung disiapkan di tengahnya, semua yang ingin berteriak menumpahkan hasrat dan amarah atau sekedar beronani ria, bebas melakukannya. . .

Puisi - puisi kritis meluncur dari bibir sastrawan Nias yang merdeka, dengan lugas Jengki menuturkan sebuah romance yang berujung pada sebuah pemberontakan tragis. . . kemudian di tutup dengan . . . "perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. . .
Sambil bergulir, Pepeng sibuk menawarkan welcome drink arak Bali yang keras dan menggoda kepada semua yang baru tiba. . . dan saya sangat menikmatinya. . .

Perlahan, petikan gitar Saichu mengalun mengiringi lagu romantis yang begitu memikat gadis - gadis Jepang nan lugu. . mereka tersihir oleh kemampuannya menggabungkan Bob marley dengan Rhoma Irama, sambil bergaya seperti kaka dan bimbim. . .

Pelan tapi pasti, ketika gelas - gelas arak telah mengering, dan tergantikan dinginnya Es teh manis, lintingan ganja kering serta merta menemani setiap debat dan diskusi. Filsafat Hegel, Nietze, teori - teori perlawanan hingga perbincangan tentang Tuhan meluncur dari bibir - bibir idealis sambil menarik dalam setiap hisapan . . . (sekali lagi saya sangat menikmatinya). Malam ini Kita setting aksi . . . . karena besok kita akan turun untuk berdemonstrasi. .

Sex, arak dan lintingan ganja adalah sebuah pemberontakan!

O. . . Bukankah kita semua hanyalah seorang pendosa? So what!!
Apakah mereka yang memakai peci adalah Ulama?
Apakah mereka yang memegang salib adalah Pendeta?
kalian mungkin tidak percaya bahwa setiap nabi yang lahir adalah pemimpin pemberontakan?

Bagi saya ini bukan persoalan identitas biasa, tapi saya jatuh cinta pada rumput tetangga. .
Sastra begitu berwarna, akankah ini hanya menjadi sebuah romantisme?
Seandainya suatu saat saya kembali, sastra mungkin masih ada, sastra mungkin telah mati. . .
Tapi saya tetap kembali, meski hanya untuk sebuah romantisme basi. . .


*Denpasar, Mei 1998

Arie "Gepeng"
Mahasiswa Fakultas Hukum yang biasa saja.


DEKADE BERLALU

oleh: jay.geeps@gmail.com

Untuk semua kawan – kawan yang dulu mengenakan ikat kepala dan mengangkat tinju kirinya, untuk kawan – kawan yang meninggalkan rumah dan bangku kuliah demi perlawanan dan keyakinan, untuk kawan – kawan yang terluka, tertembak, cacat dan gugur menjadi martir perubahan, dan untuk semua kawan – kawan yang masih bertahan dengan semangat dan keyakinan untuk menang!

Lampau adalah ruang yang telah terlewati..
Hari ini adalah sebuah penciptaan untuk masa depan..
Dan esok adalah harapan untuk kemenangan..

Dekade telah berlalu, namun deru panser – panser angkuh, water canon, suara kokang SS1, desingan peluru, bau gas airmata, dan bercak darah di aspal masih tergambar membekas..

Dekade telah berlalu, mereka bilang trisakti dan semanggi bukan pelanggaran..
Dekade telah berlalu, tidak satupun jenderal diadili..
Dekade telah berlalu, kemiskinan tetap menjadi hantu..
Dekade telah berlalu, empat presiden tanpa perubahan yang baru..
Dekade telah berlalu, harga pupuk masih mahal dan petani masih seperti dulu..
Dekade telah berlalu, buruh garmen masih belum mampu beli baju..
Dekade telah berlalu, ibu belum mampu beli susu..
Dekade telah berlalu, inikah perubahan yang dulu kita inginkan? Sang raja boleh dijatuhkan
tapi regime tidak pernah tumbang kawan!


Dekade telah berlalu, berkumpul, berpencar dan terpencar, kami masih dijalur yang lama..
Dekade telah berlalu, kawan datang dan pergi, namun perlawanan tidak akan pernah terhenti..
Dekade telah berlalu, jahitan luka di kepala menjadi tanda yang tak terlupa..

Dekade telah berlalu, apa sebenarnya yang kita perjuangkan kawan?
Dekade telah berlalu, inikah realitasnya? karena si buyung harus diberi makan dan disekolahkan..

Dekade telah berlalu, ”this is one way mission without no way return”
Dekade telah berlalu, kawan... kawan ... Apakah kita masih bersama?... kawan...
Kawan... sampai kapan?... sampai kapan kawan?...

Dekade telah berlalu,
kata Rendra, perjuangan adalah pelaksanaan kata – kata..





Dari seorang kawan yang biasa – biasa saja..
Arie ”Gepeng” Mirdjaja ak Jay geeps



General Rehearseal

General Rehearseal
a Time between Us by Teater Satu Kosong Delapan

Exercise

Exercise
Teater Satu Kosong Delapan