Kami menerima tulisan maupun foto pertunjukan. Silahkan kirim ke tomo_orok@hotmail.com

Minggu, 10 Februari 2008

KEBERANIAN MELAWAN

>> Tulisan oleh Dadi Reza Pudjadi <<
email: dadireza@yahoo.com


Pemberian Tahu

Bukan maksudku mau berbagi nasib,
Nasib adalah kesunyian masing-masing
Kupilih kau dari yang banyak, tapi
Sebentar kita sudah dalam sepi terjaring.
(Chairil Anwar)


Kita boleh prihatin dengan lesunya kehidupan proses berteater kita. Sedikit-banyak sebagian dari kita tentu tahu apa sebabnya. Tapi biarkanlah. Sebagai manusia mereka memang bebas memililih atau menentukan apa yang akan mereka lakukan. Yang masih mau terus berteater, juga terus saja.
Tak baiklah kita terus berkeluh-kesah dengan kondisi yang menimpa. Selama rasa diri dalam hidup masih berguna, masih punya daya. Bosan juga terus-terusan mendengar keluh-kesah betapa hidup jadi susah dan terasa berat karena berteater. Atau melihat tulisan-tulisan yang melulu berisi keluhan. Walau bisa jadi maksudnya bukan seperti itu, bukan ”mengeluh”, tetapi bentuk keprihatinan karena, melihat teman-teman yang bergelut di dunia teater kelihatan menderita sebab mungkin sudah bersusah-susah latihan, mengorbankan perasaan, waktu yang lama dan biaya, tapi ketika pentas penonton sepi (penonton dia-dia juga), atau kelihatan kostum pemain apa adanya, set selalu terpaksa diminimalis (latar belakang selalu layar putih yang sudah hampir coklat karena jarang dicuci dan beberapa lobang bekas abu rokok), tidak punya dana karena sponsor menolak memberi dana. Itu bukan alasan untuk mengeluh. Itu justru nikmatnya sebuah pelajaran. Justru hal itu menjadi dorongan/motivasi dari sebuah tantangan besar dalam dunia yang sedang kita geluti. Kita tahu berapa besar resikonya. Toh, penderitaan ini bukan karena kekonyolan. Banyak hal yang sebaiknya patut disyukuri dari pergumulan ini. Kita sedang berjuang kembali pada masyarakat. Biarlah kita menjadi napi dalam penjara sendiri. Sebab kebebasan kita nanti adalah kebebasan masyarakat banyak. Sebab itu jangan salahkan siapa-siapa atas kondisi itu. Salahkan rasa memprihatikan diri dan buruk sangka pada niat tulus kita. Lalu benarkan bahwa kita memang memilih teater sebagai aktivitas kehidupan, benarkan bahwa kita masih harus terus banyak belajar, benarkan bahwa kita ada dan meyakininya. Benarkan bahwa kita punya sesuatu kebanggan. Yaitu keberanian untuk melawan! Akting kita begitu sekarang.

Akting
Untuk menjadi aktor ternyata bukan hanya sekedar seberapa paham kita mengenal panggung, mendalami akting, menafsirkan cerita atau menghargai adanya penonton sebagai partner. Seni keaktoran bisa jadi seperti perang yang tak pernah habis melawan hal-hal negatif dalam diri kita, seni menyiasati kebodohan, rasa malas, kurang dapat mengatur waktu, rasa angkuh atau bisa juga perasaan kerdil dan rasa rendah diri dan sebagainya. Karena sejatinya ketika di pentas, sang aktor bukan sekedar sedang memunculkan kharakter/tokoh orang lain, tapi sedang mementaskan dirinya sendiri dan berusaha melebur dengan diri orang lain (lawan main), dengan segala kelebihan dan kekurangan dalam dirinya. Itu semua muncul dari sejauh mana proses yang sudah dijalani. Dari pengendapan/kristalisasi perasaan, pemikiran, dan semua kekuatan yang total saat proses berlangsung. Actor yang baik bisa jadi adalah pencipta dan pengatur alam dalam dirinya sehingga menjadi kekuatan yang dapat diresap dan menciptakan determinasi bagi dirinya dan orang lain. Hasil yang didapat berawal dari actor sebagai pemberi informasi dominan tentang kejadian yang akan berlangsung. Mampukah para actor mengkomunikasikan cerita pengarang yang ditafsirkannya kembali kepada masyarakat. Mempresentasikan gerak badan-gerak bathin dan pemikirannya tentang respon dirinya terhadap situasi alam dalam dirinya yang berbenturan dengan alam kehidupan lain. Perbenturan dua alam inilah yang memunculkan acting. Memunculkan keindahan murni dalam sebuah kesenian jika sang actor berhasil memahami fungsi dirinya sebagai seorang pencipta. Bertransformasi menjadi. Menjadi apa saja. Perasaan lega dan lapang muncul dari perasaan saling yakin. Kepuasan manusia berada di saat mereka berada di puncak rasa yakin.


INGATAN EMOSI
Setiap manusia mempunyai kenangan. Suatu peristiwa yang tersimpan disebabkan rasa sentuh yang dalam pada hati dan pikiran yang suatu ketika akan kita hadirkan pada moment-moment tertentu. Kenangan kadang seperti madu dari kepahitan pengalaman baru untuk penawar ragu-ragu/rasa tak percaya diri. Atau buku yang pernah kita tulis lalu kita baca bersama dalam suasana pertemuan. Kenangan adalah simpul rasa. Rasa pahit atau manis dari perjalanan hidup manusia. Manusia tetap mempunyai kenangan meski berusaha membuangnya. Otak manusia adalah alat perekam yang berukuran tak terhingga untuk menyimpan segala. Pengalaman seluruh indra direkamnya secara otomatis. Di dalam kenangan ada ingatan. Ingatan adalah sub-sub dari kenangan. Seperti potongan-potongan gambar di pita film. Atau bingkai-bingkai photo di sebuah kamar. Kenangan ibarat sebuah atom, dan ingatan seperti proton dan elektron.
Emosi terdiri dari beberapa macam. Bisa berupa: marah, sedih, gembira, terkejut, menolak, melecehkan, takut, berani, dan kosong tanpa emosi dan sebagainya. Unsur-unsur ini sedikit-banyak pernah dialami semua manusia. Ingatan emosi inilah yang dihadirkan kembali ketika eksekusi terjadi. Ingatan emosi ini akan muncul semurni seperti bagaimana dahulu kita merasakan. Jujur tanpa kepura-puraan. Seadanya tanpa dilebih-lebihkan.

OBSERVASI
1. KEBENARAN UMUM

Berbagai macam peristiwa terjadi di sekitar kita. Dan actor adalah perekam dan pencatat juga merekomendasikan kepada masyarakat nilai yang ia simpulkan. Kejadian dan aksi-reaksi dari peristiwa itu adalah pengulangan harmoni dari lagu kehidupan. Aksi dan reaksi dari hasrat/keinginan manusia dan faktor penghalang. Aktor adalah pengamat kehidupan. Mengenal dan memahami konflik dan ketenangan. Histeria juga keheningan. Walau ia bisa memutuskan, tapi ia bukan hakim yang memvonis. Ia melihat dari segala sudut pandang. Meneliti sejarah dan mempelajari proses pembentukan ”menjadi” setiap masalah. Selanjutnya aktor akan merekontruksi ulang segala karakter/tokoh dalam kejadian sebagai sebuah karya/penciptaan. Hasil pengamatannya adalah pelajaran untuk semua bagian. ia seperti pengembara yang menangkup air lautan dengan kedua telapak tangannya. Jelas di kedua telapak tangannya tak ada ombak atau badai. Yang ia lihat adalah riak kecil yang perlahan menjadi tenang kembali. Air laut itu seolah matang di telapak tangan kita. Aktor mengambil nilai dari ombak dan badai. Aktor memahami inti dari riuh-riak histeria dan keheningan samudera kehidupan. Dari pengamatan dan memahami kebenaran umum aktor akan beranjak ke tingkatan yang lain. Yaitu tingkatan kebenaran karya.


2. KEBENARAN KARYA
Akting adalah keindahan karena lahir dari penciptaan. Ia bisa begitu kuat namun juga bisa begitu lentur. Ia perpaduan dari kekuatan dan kelenturan itu. Emosi bukan lagi histeria, namun ketenangan yang total. Segala tingkah laku adalah keintiman, dan suara yang terdengar mampu menghidupkan segala perasaan. Perjuangan aktor dalam memandang, mengenal, mendekati, menilai aksi kehidupan akan diterapkan dalam sebuah dunia kehidupan lain yang bernama panggung/pentas. Dunia panggung/pentas adalah dunia milik bersama yang di dalamnya dipenuhi nilai-nilai keyakinan dan kepuasan bersama. Aktor mementaskan dirinya berkat inti pengalamannya dalam kehidupan. Ia sebagai salah satu yang hidup dari segala yang mati. Aktor menjadi mutiara yang dari kerlapan cahayanya berkerjapan nilai-nilai kehidupan. Keindahan Aktor adalah sungguhan. Bukan keindahan imitasi. Ia daya ungkap dari moralitas dan publikasi hidup manusia. Setiap aktor adalah peran utama dari pentasnya.

..Bersambung....

Jakarta, Februari 2008

Dadi Reza Pujiadi

* Sekarang masih bergiat di Teater Populer Jakarta, sempat singgah di Bali dari tahun 2003 hingga 2007 dan membina teater La Jose SMAK Santo Josep Denpasar. Mendirikan Teater LAH Denpasar pada tahun 2005.

Tidak ada komentar:

General Rehearseal

General Rehearseal
a Time between Us by Teater Satu Kosong Delapan

Exercise

Exercise
Teater Satu Kosong Delapan