Kami menerima tulisan maupun foto pertunjukan. Silahkan kirim ke tomo_orok@hotmail.com

Senin, 14 Maret 2005

Penuh Semangat tetapi Perlu Pematangan

Dari Lomba Monolog BET 2005
Oleh:
Nuryana Asmaudi

Bali Eksperimental Teater (BET), pada 29-31 Maret 2005 menggelar ''Lomba Monolog se-Bali'' yang dilangsungkan di Aula Kantor Depag Jembrana Jl. Hasanuddin, Negara. Lomba diikuti 16 peserta dari berbagai kalangan mulai dari pelajar SMP, SMA, mahasiswa, hingga umum.


PARA peserta itu adalah Isnah Nur Bintari (Teater 108 Denpasar), Joko Santoso (Teater Matamoe Denpasar), Andika Ananda (Denpasar), Andi Faizal (Teater GOT Denpasar), Hendra Utay (Denpasar), Yetti A Ernawati (Teater La-Jose SMA Santo Yoseph Denpasar), Kadek Sonia Piscayanti (Teater 1000 Jendela IKIP Singaraja), Luh Arik Sariadi (Teater 1000 Jendela IKIP Singaraja), Frans Wisnu Murti (Denpasar), Kefin Shaedy Wonodjojo (Teater La-Jose SMA Santo Yoseph Denpasar), Santyasa Putra (Teater Lingkar SMPN 2 Denpasar), Linda Viviana (Teater La-Jose SMA Santo Yoseph Denpasar), Ayu Diah Laksmiari, Putu Ranita Anggraeni, Yunita Dewi (Galang Kangin SMAN 4 Singaraja), dan Sri Budhi.


Menurut Nanoq da Kansas, panitia penyelenggara, lomba ini digelar atas kerja sama BET dengan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), peraih juara I nanti akan mendapat rekomendasi untuk pentas di Jakarta dalam acara "Pesta Monolog Nasional" yang digelar DKJ pada Mei 2005. Lomba ini dinilai tiga juri -- Ags. Arya Dipayana (DKJ), Abu Bakar, dan Hardiman.


Hal pertama yang penting untuk dicatat dalam lomba ini adalah semangat para peserta yang luar biasa. Juga tingginya rasa kebersamaan dan kerja sama antarpeserta. Mereka memang bersaing dalam lomba, tetapi dalam menyiapkan pementasan mereka bisa bekerjasama dengan baik. Dari sisi kualitas, secara umum pementasan peserta juga menggembirakan. Mereka setidaknya telah berusaha tampil secara maksimal menurut kemampuan masing-masing, meskipun tak semua pementas berhasil tampil bagus. Maklum saja, rata-rata peserta adalah pemain "pemula" dengan jam terbang yang belum teruji. Hanya beberapa peserta yang telah memiliki pengalaman pentas secara memadai, setidaknya telah beberapa kali pernah main di panggung teater. Apalagi seni monolog agaknya juga belum terlalu dalam difahami mereka.


Menurut para juri, potensi dan bakat para peserta itu belum digarap secara maksimal. Dari sisi pemeranan misalnya, banyak yang kurang mengindahkan unsur elementer sebagai seorang aktor teater misalnya olah vokal, olah tubuh, pembentukan karakter, hingga stamina permainannya. Hardiman, misalnya, melihat sebagian peserta nampak mengalami kesulitan dalam memanfaatkan kelebihan atau kurang mampu mempergunakan potensi dasar dalam dirinya yakni vokal dan tubuh, sebagai alat pendukung sebagai seorang aktor.


Arya Dipayana juga melihat potensi dasar dan bakat rata-rata peserta bagus, tidak hanya sebagai pemain tapi juga sebagai penggagas, misalnya pada beberapa nomor pementasa yang mereka menggarap karyanya sendiri. "Sebagian besar peserta kurang menguasai elemen-elemen dasar dari keaktoran, misalnya teknik bermain, teknik vokal dan sebagainya," tandas Aji. Abu Bakar pun melihat masih banyak persoalan yang dihadapi rata-rata peserta terutama di bidang keaktoran, mulai dari dasar-dasar vocal, tubuh, irama permainan, dan segala yang lain, yang agaknya masih menjadi kendala yang belum bisa diatasi rata-rata peserta.


Kelemahan lain, sebagian peserta masih kurang persiapan dalam penampilannya. Cukup banyak peserta yang mengaku hanya latihan dua sampai tiga kali saja. Bisa dibayangkan, bagaimana ia bisa main dengan berhasil dan memadai? Apakah mereka mengganggap bermain monolog itu gampang, sehingga cukup bermodalkan latihan yang singkat?


Menyutradarai Sendiri


Sebagian peserta juga tampil dengan menyutradari sendiri pementasannya, akibatnya permainannya tidak terkontrol dan tak tergarap dengan baik. Itulah juga yang nampaknya menjadi salah satu penyebab kurang berhasilnya penampilan sebagian peserta.


Abu Bakar menilai perlunya peran orang lain untuk mengontrol permainan seorang aktor monolog. Ia bisa sutradara secara langsung atau pun orang lain yang bisa diajak memonitor permainan saat berlatih. Arya Dipayana juga melihat peserta yang menyutradari permainannya sendiri nampak tidak bisa menjaga permainannya secara optimal. Hardiman pun menilai, menggarap sebuah permainan monolog sesungguhnya membutuhkan sutradara dari orang lain.


Meski begitu, ada satu-dua peserta yang berhasil tampil lumayan bagus. Mereka sudah paham terhadap naskah yang dibawakan hingga menyembulan karakter keaktorannya yang memadai, serta upaya pencapaian estetika pemanggungan yang lebih segar, komunikastif, kontektual, yang enak ditonton dan juga menghibur. Artinya, bahwa di tengah rata-rata lemahnya peserta yang masih harus berkutat dan menghadapi problem dasar keteateran, nampaknya masih ada harapan dan muncul satu-dua yang cukup lumayan bisa dijadikan "pelipur lara", sebagai penampil-penampil yang boleh dibilang cukup berhasil.


Yang melegakan lagi, cukup banyak peserta dari kalangan teater sekolah, SLTP dan SLTA, yang sebagian besar justru nampak agak lebih bersungguh-sungguh dalam penggarapannya. Satu-dua diantaranya pun lumayan bagus penampilannya.


Pemahaman dan Pendalaman


Akhirnya, baik Abu Bakar, Arya Dipayana, maupun Hardiman, mengharapkan pada para peserta agar mendalami lagi tentang monolog. Arya Dipayana, dramawan, sastrawan dan pemusik, yang juga pendiri dan sutradara Teater Tetas Jakarta, yang diberi tugas oleh DKJ untuk menjadi Juri Lomba Monolog di Bali, Makasar dan Lampung terkait dengan Pesta Monolog DKJ tersebut, mengharapkan untuk ke depan para peserta mau menyelusuri jejak-jejak naskah monolog dari awal sehingga tidak memahami monolog sekadar sebagai bermain drama secara sendirian atau one man of teater. "Sementara ini agaknya masih ada kerancuan pemahaman antara kedua hal tersebut," papar Arya Dipayana.


Abu Bakar bahkan mengharap perlu diadakan semacam pertemuan untuk memperbincangkan tentang monolog di Bali ini, agar ada pemahaman yang lebih tepat dan lengkap. Oleh karenanya, sehari setelah lomba diadakanlah acara dialog kecil antara peserta lomba dengan para seniman teater yang kebetulan jadi juri.


Tidak ada komentar:

General Rehearseal

General Rehearseal
a Time between Us by Teater Satu Kosong Delapan

Exercise

Exercise
Teater Satu Kosong Delapan