Kami menerima tulisan maupun foto pertunjukan. Silahkan kirim ke tomo_orok@hotmail.com

Kamis, 30 Oktober 2003

Angkat Spirit Teater dalam Keceriaan

Catatan Pementasan Operet Teater Topeng SMAN 2 Denpasar
Dicuplik dari Bali Post 29 Oktober 2006


Bagaimana anak muda berteater saat ini? Benarkah dunia teater, sebagaimana disinyalemen sejumlah pengamat, sudah disepelekan di kalangan anak muda kini? Ah, siapa bilang. Dunia teater itu tetap hadir, tapi dalam cakrawala spirit yang berbeda -- spirit yang lebih banyak bernuansa menghibur, ceria, penuh warna, penuh canda, dan hahahaha ....


FENOMENA ini sekadar contoh, salah satunya diramaikan dengan gebrakan kelompok Teater Topeng SMAN 2 Denpasar. Pada Sabtu (21/10) lalu, kelompok ini menggelar pentas operet berjudul "RIS" di panggung aula SMAN 2 Denpasar. Dengan harga tiket masuk terjangkau saku kalangan anak muda, penonton pentas yang disutradarai Tira Shakuntala ini sungguh membludak. Sampai-sampai tiket masuk ludes sebelum pentas dimulai.


Inilah salah satu contoh bahwa tontonan teater kini sudah memasuki dimensi yang bergeser. Teater tidak lagi menjadi tontonan suntuk dengan kening para penonton yang berkerut. Namun, ia hadir dalam wilayah gebyar hiburan ala anak muda masa kini. Sebuah wilayah yang penuh canda, serius tapi santai, penuh keceriaan, penuh warna, penuh banyolan, dan tanpa beban.


Dia juga sebuah wilayah yang dipenuhi pengaruh tontonan ala "Extravaganza"-nya TransTV, film-film remaja ala "Apa Artinya Cinta" atau "Eiffel, I'm in Love", ditambah tontonan yang rada serius macam film drama musikal "Chicago". Di wilayah inilah para remaja kini berkubang dalam dinamika letupan kreativitasnya tanpa batas. Nah, jika demikian adanya, mau bilang apa soal teater?


Apa yang dilakukan Teater Topeng sudah menjawab lewat pentas operetnya. Kelompok teater yang pada 1980-an bernama Teater Sipaku-paku dengan pembina Made Taro dan Anom Ranuara -- dua tokoh teater senior Bali itu -- kini sudah memasuki babak atau cakrawala baru. Bentuk operet barangkali sudah menjadi outlet dari segudang endapan kreativitas para awak kelompok ini.


"Mengapa mesti menggarap pentas teater dengan muatan yang berat-berat? Itu kan susah dikonsumsi para remaja," ujar Tira Shakuntala, sutradara dari sejumlah pentas Teater Topeng. Bagi Tira, dunia teater di kalangan anak muda harus dihidupkan dengan cara anak muda masa kini.


Hal yang sama pun diakui Ajeng Mekar Sari yang juga asisten sutradara. Ditambahkannya, meski dunia teater kini di tangan anak muda terkesan "main-main", namun sesungguhnya di balik itu ada proses serius. "Dalam latihan kami betul-betul serius, agar tercapai kesempurnaan. Terkadang akting pemain tak sesuai dengan yang kami inginkan. Namun, kenyataan ini bukan menjadi kendala bagi kami, melainkan sebagai suatu tantangan," papar Ajeng.


Keseriusan juga diungkap Putu Gede Indra Purusha, personel senior Teater Topeng. Sebagai penanggung jawab tata panggung, Indra melakukan kerja keras. Ini semua, menurutnya, agar tata panggung betul-betul mendukung pementasan yang sudah ditata apik teman-temannya. Dan keseriusan semacam ini juga sudah dibuktikannya dalam sejumlah pentas Teater Topeng selama ini, termasuk dalam pentas operet "RIS" itu.


Nah, siapa bilang dunia teater itu kini "seram"? Dunia teater itu -- sebagaimana ditunjukkan Teater Topeng -- adalah cakrawala yang menghibur, ceria, penuh warna, penuh canda, dan hahahaha.... (tin/ana)

Senin, 13 Oktober 2003

Teater Orok Kini Mulai Berbenah

Catatan Sebelum Pentas "Tanah Air Mata"
Oktober 2003

Oleh: Nuryana Asmaudi


TEATER Orok Universitas Udayana (Unud) Denpasar sepertinya masih ingin terus menunjukkan geliat kehidupannya. Setelah sukses menggelar Pekan Performing Art (PPA) III, kini Teater Orok melakukan berbagai upaya kegiatan mulai dari latihan dasar, pentas-pentas berskala kecil hingga program pementasan besar.


Baru-baru ini, teater yang kini dipimpin Dewi ''Ines'' Aditya Ningrum Sidoarjo ini, juga sempat menggelar pentas kecil dalam rangkaian Dies Natalis Unud dengan menggarap puisi ''Tanah Air Mata'' karya Sutardji Calzoum Bachri yang dipanggungkan dalam pertunjukan dramatisasi puisi, yang sebagian besar dimainkan oleh anggota baru Teater Orok. Menurut Utay, pelatih Teater Orok saat ini, pentas dramatisasi puisi itu memang hanya sebagai pentas uji coba dan penjajagan atau ajang pengenalan pentas bagi anggota baru Teater Orok yang baru dijaring beberapa pekan lalu. Selain itu, juga untuk mengisi permintaan meramaikan acara Dies Natalis. ''Jadi, sekalian saja kami jadikan kesempatan itu buat ajang berekspresi anggota baru, agar bersemangat dan tak bosan latihan dasar terus,'' jelas Utay, yang didampingi Pimpinan Produksi Teater Orok, Martun Janah.


Menurut Utay dan Maratun, anggota baru Teater Orok saat ini yang berjumlah 15 wanita itu, perlu diberi motivasi dan dihibur hatinya dengan diberi kesempatan dipanggungkan seperti itu, agar tak berlarian meninggalkan teater lantaran bosan latihan dasar melulu. Selain dipentaskan kecil-kecilan, saat latihan rutin juga perlu diberi variasi materi latihan. Misalnya disodori naskah-naskah ringan untuk didiskusikan dan dipraktikkan, agar terbiasa mengapresiasi naskah, juga latihan improvisasi. Semua ini, sekiranya membuat anggota baru merasa punya daya tarik dan betah bertahan.


''Cuma, persoalannya, kami sangat kekurangan naskah untuk hal itu. Sehingga kalau mendiskusikan naskah, ya sering kurang bisa berkembang. Makanya, kalau ada teman-teman senior teater yang punya banyak naskah drama ringan atau monolog, tolonglah kami dipinjamkan,'' kata Utay. Latihan rutin yang dilakukan Teater Orok saat ini nampaknya memang tak selalu bisa berjalan lancar. Yang lebih sering terjadi, jadwal latihan yang tertunda atau molor dari yang dijadwalkan. Ini dikarenakan ketidakdisiplinan anggota, atau karena terlalu sedikitnya anggota yang hadir, dan seterusnya. Sebelum masuknya anggota baru, beberapa bulan lalu Teater Orok juga sempat dibantu dramawan Cok Sawitri dalam latihan-latihan dasar yang diikuti oleh anggota lama yang belum tergolong senior. Latihan seputar olah vokal, olah tubuh dan eksplorasi, yang cukup memberi bekal awal bagi mereka.


Pentas Keliling


Tapi, di luar persoalan tersebut, kelompok teater yang didirikan Giri Ratomo dkk pada 17 Oktober 1999 ini, juga punya rencana yang cukup besar sebelum menggelar acara tahunannya PPA IV pada Maret 2004. Pada Februari 2004, Teater Orok berencana mengadakan acara muhibah atau kunjungan ke beberapa teater kampus di Jawa, untuk mengadakan studi banding sekaligus pentas keliling.


Menurut Utay dan Maratun, teater-teater kampus yang akan dijadikan tempat studi dan dikunjungi tersebut antara lain Teater UGM Yogyakarta, Teater Sianak Unsoed Purwokerto, Teater Institut Unesa Surabaya, dan Teater Gabi Universitas Sriwijaya. ''Itu rencana yang sedang kami siapkan. Sekarang lagi mulai mencari dana dan persiapan latihan naskah yang akan dipentaskan. Mudah-mudahan bisa terwujud dan berjalan lancar,'' harap Maratun. ''Sampai saat ini juga belum mulai latihan naskah,'' tambah Utay yang pernah aktif di Sanggar Posti dan Teater Got Denpasar ini.


Pada tahun-tahun awal dulu, Teater Orok memang banyak mendapat kritikan bahkan diragukan beberapa kalangan teater di Denpasar, lantaran garapannya tak pernah bersungguh-sungguh dan terkesan main-main. Atau mencari jalan pintas dengan berasurd-absurd yang tak jelas dan tak dibekali dasar-dasar bermain drama yang memadai. Tapi, belakangan nampaknya ada perubahan yang cukup menggembirakan, misalnya saat mulai menggarap ''Malam Jahanam'' (Motinggo Busye) pada 18 Januari 2003 di Taman Budaya Denpasar, dilanjutkan di Kampus IKIP Singaraja.


Jadi, kalau saat ini sedang mempersiapkan program besar pentas keliling Jawa, itu artinya Teater Orok masih punya semangat untuk bangkit dan berpacu dalam berteater. Selamat!

General Rehearseal

General Rehearseal
a Time between Us by Teater Satu Kosong Delapan

Exercise

Exercise
Teater Satu Kosong Delapan