Catatan Gelar Teater La Jose 2005
Oleh: Nuryana Asmaudi
Kini saatnya aktivitas seni teater di Bali ada di tangan remaja. Tidak percaya? Lihatlah, betapa maraknya aktivitas teater di kalangan remaja dan sekolah di Bali beberapa tahun belakangan ini. Remaja yang sebagian besar pelajar, begitu banyak yang meminati kegiatan teater. Mereka menggelar berbagai aktivitas teater mulai dari pelatihan, pementasan, parade, hingga festival di berbagai kesempatan.
DI Singaraja saja misalnya, ada festival teater antar-SMA se-Buleleng yang diadakan oleh Teater Seribu Jendela IKIP Singaraja. Di Denpasar, setiap tahun ada lomba drama modern di Pekan Seni Remaja (PSR). Juga ada Lomba monolog untuk kalangan pelajar SMP dan SMA se-Bali yang diadakan oleh Teater Tiga Trisma SMAN 3 Denpasar. Lalu, "Gelar Teater La-Jose" (Gatel) yang diadakan oleh Kelompok Teater La-Jose SMAK Santo Yoseph Denpasar. Dan beberapa kegiatan teater lainnya.
Acara "Gatel", misalnya, hingga Desember 2005 lalu sudah yang ketiga kalinya digelar. Kegiatan ini setiap tahun diikuti tak kurang dari sepuluh kelompok teater dan komunitas seni, mulai dari kelompok teater sekolah hingga kelompok teater atau komunitas seni senior. Bahkan, tahun lalu, "Gatel" juga menghadirkan kelompok teater dari Columbia.
"Gatel 2005" digelar pada akhir Desember 2005. Event ini diikuti sepuluh kelompok teater dan komunitas seni. Mereka masing-masing Teater La-Jose SMAK Santo Yoseph Denpasar, Teater Air Tanah Fapet Unud, Komunitas Mata Denpasar, Teater Wayang SMAN 5 Denpasar, Teater Blabar SMAN 4 Denpasar, Teater Topeng SMAN 2 Denpasar, Teater Kembang Lalang Denpasar, Teater Autentik SMPK Santo Yoseph Denpasar, Teater Antariksa SMAN 7 Denpasar, dan Teater Angin SMAN 1 Denpasar. Selama seminggu, mereka tampil dengan nomor-nomor pementasan tersendiri di Aula SMAK Santo Yospeh.
Meski para pengisi "Gatel" ini sebagian besar adalah kelompok teater sekolah, namun drama yang mereka suguhkan tidak bisa dipandang sepele. Hampir semua tampil bagus. Bahkan, tak kalah bagus dengan drama dari teater profesional di Denpasar.
Sebagian besar remaja itu berteater secara mandiri -- mulai dari membuat naskah cerita sendiri sampai menyutradarai sendiri.
Secara umum, teater sekolahan yang tampil di "Gatel 2005" memang layak dipuji. Mereka telah mengalami perkembangan yang cukup membanggakan jika dibanding dengan permainannya di event-event lain sebelum ini. Para pementas rata-rata sudah bisa menyajikan pertunjukannya secara lebih padat, tak bertele-tele, menjaga kekompakan pemain, membangun dinamika pertunjukan, mengontrol vokal para pemain, menjaga keutuhan cerita, hingga membangun gereget dan daya tarik pertunjukannya secara baik.
Satu hal yang paling membanggakan, pementasan dari teater-teater sekolah itu rata-rata disutradarai sendiri.
Teater Topeng SMAN 2 Denpasar misalnya, berhasil tampil jauh lebih bagus dibanding penampilannya dalam "Gatel" tahun sebelumnya. Dengan menggarap cerita "Tamu Muntaber" karya Putu Satria Kusuma, drama yang disutradarai oleh Ida Ayu Tira Shakuntala itu benar-benar tampil memikat.
"Drama ini memang digarap oleh anak-anak sendiri, saya mempercayakan sepenuhnya kepada Tira untuk menyutradarai sendiri tanpa campur tangan saya. Pokoknya mereka saya bebaskan untuk berkreasi," ujar Giri Ratomo, pembina teater SMAN 2 Denpasar.
Teater Angin SMAN 1 Denpasar, yang menampilkan teatrikalisasi puisi juga menggarap pementasannya sendiri. Mulai dari naskah puisinya hingga penyutradaraannya, sepenuhnya tak ada campur tangan orang lain. Mereka menggarap "Perempuan di Ranjang Perajam" karya Ketut Sudiani, yang disutradarai oleh Putu Rastiti. Hasilnya juga membanggakan, bagus, dan memikat. Begitu pun Teater Blabar SMAN 4 Denpasar yang tampil dengan naskah "Hitam Putih" karya/sutradara Johanes. "Kami sengaja membuat naskah sendiri, biar mandiri dan bisa lebih menghayati serta memainkannya dengan enak, karena idenya dari kami sendiri. Tak ada campur tangan pelatih," aku Johanes.
Teater Wayang SMAN 5 Denpasar pun menggarap pertunjukannya sendiri. "Saya sangat sibuk akhir-akhir ini. Saya tak sempat menangani pementasan anak-anak. Mereka sendiri yang memutuskan memilih naskah dan menggarapnya sendiri. Saya tadi ditelepon dan disuruh nonton, itu saja," aku Muda Yasa, pembina Teater Wayang. Teater Wayang mengangkat lakon "Raib" karya Gus Martin, disutradarai Budi Widiatmika.
Teater La-Jose SMAK Santo Yoseph, meski ada campur tangan pelatihnya, namun penyutradaraannya dipercayakan pada murid sendiri. Kevin, yang menyutradari "Pelangi" karya Nano Riantiarno, sejak awal nampak sibuk merancang pementasannya bersama kawan-kawannya. Begitu juga Petrik yang menyutradari "Lampu-lampu di Taman" karya Mas Ruscitadewi. La-Jose tampil dua kali di acara ini.
Memang tak semua penampilan teater sekolah ditangani sendiri oleh siswa. Teater Autentik SMPK Santo Yoseph Denpasar yang tampil lebih bagus dari tampilannya di "Gatel" tahun sebelumnya, misalnya, pementasannya disutradarai oleh pelatihnya Dadi Reza Pujiadi, menggarap lakon "Topeng" karya Mas Ruscitadewi. Teater Antariksa yang menyuguhkan "Romeo dan Juliet" gubahan Radita Pendet pun disutradarai oleh pelatihnya, Radita Pendet.
Para penampil lainnya, yakni Teater Air Tanah Fapet Unud menampilkan "Jonggrang Air Mata Api" adaptasi puisi Giri Ratomo. Komunitas Mata menyuguhkan "Negeri Cukong" karya/sutradara Radita Pandet. Teater Kembang Lalang (selanjutnya akan berganti nama Teater Hutan Lalang, red), menyuguhkan drama "Wasiat" karya/sutradara Dadi Reza Pujiadi, pun tampil memikat.
Yang pasti, para pementas di "Gatel 2005" ini memang membanggakan. Menurut Dadi Reza Pujiadi, pelatih Teater La-Jose SMAK Santo Yoseph, event yang digelarnya itu memang sengaja tidak dibuat layaknya lomba. Peserta diberi kebebasan berekspresi agar leluasa dalam berkarya. Mereka juga tidak perlu bersaing untuk mencari juara. Seperti juga dikatakan oleh Kepala SMAK Santo Yoseph Drs. Piet Nengah Suena, "Gatel" memang dimaksudkan sebagai ajang berkekresi untuk mengembangkan bakat dan potensi dalam teater. Juga untuk ajang keakraban dan silaturahmi antarkelompok teater, terutama teater sekolah di Denpasar.
Sebagaimana harapan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Denpasar, Drs. I Gusti Ngurah Yadnya, B.A., saat membuka acara "Gatel 2005", acara ini bisa menjadi salah satu alternatif memupuk-kembangkan bakat dan minat anak muda serta pelajar di Bali, agar bisa berkembang sebagaimana seni tradisi lainnya. Kalau saja dalam lomba drama di PSR yang setiap tahun digelar Pemkot Denpasar bisa dijadikan sebagai ajang berekpresi secara lebih santai dan enjoy seperti "Gatel" ini, mungkin PSR menjadi lebih "indah".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar